Orang Bau Tanah Polos Dan Sederhana Ini, Menyadarkanku Bagaimana Menjadi Seorang Guru

Salah satu manfaat dari media umum yaitu mengembangkan hal-hal baik kepada lingkungan media umum kita, yang mudah-mudahan sanggup kita praktekkan di dunia nyata.

Kisah aktual dari seorang teman guru yang sanggup kita jadikan pandangan gres atau motivasi menjadi guru yang profesional, mari kita simak cerita inspiratif yang sudah tersebar luas di media sosial, saya juga sanggup dari facebook teman yang juga seorang guru.

Seperti biasa setiap pagi sebagai upaya pendidikan huruf di sekolah kami terpola bapak/ibu guru untuk berjabat tangan dengan para siswa secara bergantian.

Hal ini bekerjsama bukan hal gres atau terobosan yang spektakuler alias sudah lumrah dilakukan oleh sekolah-sekolah apalagi untuk tingkat SD dan SMP. Namun di Sekolah Menengan Atas pun kini juga sudah membiasakan acara ini berlangsung.

Saya yang kebetulan waktu itu ditugasi sebagai wakil kepala sekolah urusan kesiswaan tiap hari harus melakukan acara jabat tangan berbarengan dengan bapak/ibu guru yang menerima jadwal bertugas. Saya selalu menempatkan diri di paling ujung akrab pemberhentian para siswa yang diantar oleh orang bau tanah atau siswa yang naik angkot.

Sekolah saya termasuk sekolah yang notabene favorit di tingkat kabupaten sehingga siswa kami memang lebih banyak didominasi dari kalangan ekonomi menengah keatas [untuk tingkat kabupaten lho]. Pengantar ada yang memakai kendaraan beroda empat mewah, sedang, naik angkot bahkan juga ada yang memakai sepeda motor buthut.

Buat saya bekerjsama tidak begitu memperhatikan kendaraan apa yang dipakai oleh siswa, yang terpenting yaitu siswa tiba ke sekolah tidak terlambat, makanya saya tidak pernah hiraukan secara khusus kendaraan apa yang dipakai oleh siswa [orang bau tanah siswa].

Namun ada hal yang sangat menarik buat saya yaitu ada orang bau tanah mengantar anaknya memakai sepeda motor BMW [bebek merah warnanya] kira-kira buatan tahun1975. Setelah anaknya masuk di pintu gerbang sekolah orang tersebut lantas duduk di trotoar di samping sepeda motornya sambil menulis di buku kecil.

Semula saya juga tidak menaruh perhatian terhadap orang tersebut, pikirku ia sedang merencanakan sesuatu kemudian ditulisnya. Namun alasannya hampir setiap hari orang ini selalu di kawasan yang sama dengan acara yang dilakukan juga hampir sama saya kemudian muncul rasa ingin tau untuk tahu apa yang dilakukannya.

Suatu hari sehabis saya selesai lakukan kiprah jabat tangan lantas menedekati ia sambil menanyakan nama, alamat dan juga putrinya kelas berapa...ya layaknya sebagi tuan rumah lah kira –kira begitu, sambil saya mengamati sepeda motor yang dipakai untuk mengantar putrinya.

Terlihat terperinci di bab depan sepeda motor ada bungkusan [bagor] terlihat isinya benda-benda keras.

Setelah jabat tangan dan kenalan kemudian saya beranikan diri bertanya:
Saya : “pak mohon maaf ya... saya kok setiap hari melihat bapak sehabis antarkan anak kemudian duduk di sini sambil urak-urik... apa yang bapak lakukan?”
Beliau: “iya pak... anak saya itu dulu waktu di Sekolah Menengah Pertama selalu juara 1 dari kelas 1 sampe kelas 3 [waktu itu belum 7,8 dan 9 red.] saya kemudian menyekolahkan ke Sekolah Menengan Atas ini alasannya kata orang sekolah ini favorit”
Saya : “lalu apa hubungannya dengan yang bapak lakukan tiap hari di sini?”
Beliau: ”pak... anak saya itu sudah piatu, hidup bersamaku dengan ala kadarnya, bungkusan di motor saya itu yaitu daganganku berupa alat pertanian dan rumah tangga: arit, gathul, obeng cethok dll, itu yang saya gunakan untuk hidup dan menyekolahkan anakku, aku ingin anakku sanggup memperbaiki nasib dan masa depannya jangan hingga nasib orang tuanya ini menurun ke anakku... makanya aku mati-matian menyekolahkan anakku ke Sekolah Menengan Atas ini yang katanya favorit.... aku ingin buktikan benar nggak sekolah ini sanggup membantu mengubah masa depan anakku...
setiap pagi saya menulis di buku kecil ini berisi perihal kedisiplinan guru, berapa banyak guru yang tiba terlambat.... bagaimana mungkin sanggup meraih prestasi sebaik mungkin jikalau gurunya saja banyak yang tiba molor... terus terang pak saya sangat berharap melalui sekolah ini masa depan anakku akan lebih baik dari aku... tolong pak sampaikan kepada kepala sekolah juga kepada bapak/ibu guru bahwa di luar sana [aku] sangat berharap banyak terhadap pendidikan di sekolah ini untuk mengantarkan masa depan anakku..”

Mendengar jawaban dan uraian harapan orang itu terasa ditampar mukaku, sesak rasa di dada dan seakan lunglai tiada tenaga. Apa yang disampaikan orang itu yaitu salah satu saja dari sekian wakil orang bau tanah siswa. Ingatanku tertuju pada anakku yang waktu itu juga masih Sekolah Menengah Pertama dan SD, jangan-jangan di sekolah anakku juga gurunya tiba molor, tidak menguasai materi, dan tidak kompeten. Lalu bagaimana sanggup mengantarkan harapan anakku jikalau gurunya tidak kompeten? Jika itu yang terjadi di sekolah anakku demi Alloh saya tidak rela menyekolahkan anakku di sekolah itu.

Anganku kemudian tertuju pada diriku, seribu pertanyaan berkecamuk, bagaimana diriku, kedisplinanku, keteladananku, kompetensiku dan seterusnya dan saya yakin jikalau orang bau tanah siswa tahu bahwa di SMA ku gurunya tidak profesional mereka pun niscaya tidak rela anaknya diajar oleh guru yang tidak profesional. Mungkin ini juga sama bahayanya dengan dokter yang salah mendiagnosa penyakit, mal praktek juga ada mal ngajar.

Percakapan kemudian saya lanjutkan.
Saya : “pak... tolong berikan masukan buat sekolah supaya apa yang bapak harapkan sanggup menjadi kenyataan”
Beliau :”maaf pak... di kelas anakku ada beberapa guru yang anggun berdasarkan anakku [sambil menyebutkan namanya] tapi juga banyak guru yang masih memprihatinkan [sambil menyebutkan namanya juga]... saya mengucapkan trimakasih kepada bapak/ibu guru yang anggun semoga ia dan keluarganya menerima jawaban dari Alloh atas kebaikannya dan saya juga mohon dengan hormat bapak/ibu guru yang belum anggun supaya lebih baik [profesional:red], saya mohon pamit pak mau menjajakan dagangan saya... nuwun”
Saya:” baik pak... terima kasih telah memperlihatkan masukan yang sangat berharga untuk saya dan sekolah...”

Saya masih belum beranjak dari kawasan ngobrol tadi, sambil memandang ia ngeslah “BMW” perasaan hatiku berkecamuk. Saya ingat kata-katanya : anaknya piatu, ingin memperbaiki masa depan, berharap sekolah sanggup mengantarkannya, mendoakan guru yang sudah baik... Ya Alloh ya Robb... ampuni hambaMu ini... kami menerima rezeki dari-MU yang saya gunakan untuk menafkahi keluargaku karena saya jadi guru... tapi apakah saya ini seorang guru yang sudah sanggup memenuhi harapan orang bau tanah siswa menyerupai harapan bapak tadi?

Bapak/ibu guru yang seprofesi denganku mari kita renungkan dan mari bersikap untuk lebih baik alasannya semua yang kita lakukan dan kita peroleh akan ada hitungannya di hari akhir. Mari mengembangkan hal-hal baik, supaya semakin banyak hal baik di lingkungan kita.

Video pilihan khusus untuk Anda 💗 Pesan Bapak Anies Baswedan saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sangat menginspirasi untuk para guru;

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Orang Bau Tanah Polos Dan Sederhana Ini, Menyadarkanku Bagaimana Menjadi Seorang Guru"

Post a Comment