Sepenggal paragraf diatas menjadi paragraf pembuka goresan pena Bapak Iwan Pranoto pada kolom opini Kompas, rabu, 1 Februari 2017 yang berjudul “Melajukan Evolusi Pendidikan”. Bapak Iwan Pranoto ini ialah salah satu Guru Besar Matematika di Institut Teknologi Bandung [ITB].
Sebelumnya twit keren dari Bapak Iwan Pranoto pernah mengenalkan saya pada Tan Malaka yang Memandang Bahwa Bermatematika Adalah Berkah. Guru Besar Matematika di ITB lain yang saya kenal dari media umum melalui tulisan-tulisannya ialah Bapak Hendra Gunawan, mungkin bapak profesor berdua ini sudah berkenalan dengan baik.
Kembali kepada opini Bapak Iwan Pranoto, bahwa tanda-tanda ibarat “limbung bangkit kesiangan” atau kurang sigap ini muncul ketika terlalu cepatnya proses evolusi budaya dibandingkan dengan kemampuan evolusi genetika dalam meresponsnya. Misalnya, evolusi genetika insan terlambat merespons perubahan lingkungan, ibarat peningkatan paparan beberapa senyawa kimia buatan gres yang karsinogen, beracun, dan mutagenic [Ehrlich, 2000].
Gejala serupa terjadi dalam kekerabatan dunia pendidikan dengan lapangan kerja. Kemajuan pesat teknologi di kala ini telah mengubah bagaimana insan hidup sekaligus merombak drastis tatanan lapangan pekerjaan. Dampak rasional perubahan pada contoh kehidupan sekaligus dunia kerja ialah munculnya tuntutan kecakapan baru. Menanggapi hal ini, pendidikan perlu meresponsnya dengan membelajarkan kecakapan gres yang dituntut lapangan pekerjaan. Namun, sama ibarat evolusi genetika yang kadang kurang tanggap, evolusi pendidikan juga masih tak selaju perubahan tatanan lapangan pekerjaan.
Permasalahan bagaimana masyarakat dan negara seharusnya menanggapi perombakan tatanan lapangan pekerjaan ini diajukan dalam dokumen ”Inclusive Growth and Development Report 2017” yang dirilis World Economic Forum pada 16 Januari 2017.
Guncangan Oleh Teknologi
Perkembangan pengetahuan ilmiah melahirkan ”guncangan teknologi” yang berhasil mengacaukan kelanggengan lapangan pekerjaan. Fenomena ini, selain membuat sejumlah pekerjaan jadi busuk dan tak diperlukan, juga memunculkan beberapa pekerjaan gres yang belum pernah ada di masa lalu. Sepuluh tahun lalu, siapa yang pernah terlintas istilah ibarat manajer media sosial, search engine optimization [SEO] specialist, atau data mining specialist yang diburu hari ini?
Jenis pekerjaan gres akan muncul semakin cepat, bahkan berdasarkan dokumen ”Future of Jobs and Its Implications on Indian Higher Education” yang disusun federasi industri India, Federation of Indian Chambers of Commerce and Industry [FICCI], diperkirakan 65 persen pelajar yang pada 2016 di jenjang SD akan berkarier dalam jenis pekerjaan benar-benar baru. Jadi, institusi pendidikan harus membelajarkan kecakapan apa?
Sejarah mencatat, kemajuan teknologi senantiasa mengubah dunia kerja. Hari ini, salah satunya ialah cloud computation, yakni pemanfaatan komputer dengan internet guna memungkinkan pengerjaan proses komputasi dan penggunaan data secara bersama di daerah berbeda serta sesuai permintaan. Teknologi ini sudah dan diperkirakan akan memangkas jenis pekerjaan manajemen perkantoran dan pendokumentasian rutin berdasar pada rangkaian hukum prosedural logika yang sudah terang dan pasti. Pekerjaan yang sanggup dirumuskan dengan ”jika-maka” semacam ini memang cocok dan hebat bila dikerjakan oleh mesin. Misalnya petugas teller di bank sudah berkurang dan sebagian tugasnya digantikan ATM.
Sebaliknya, dan menariknya, jenis pekerjaan yang sifatnya berdasarkan analisis serta kreativitas, ibarat pengambilan keputusan, perencanaan, dan penciptaan gagasan baru, justru kondusif dan tak terlalu dikacaukan guncangan teknologi. Jenis pekerjaan yang butuh kecakapan bernalar kompleks akan tetap ada, sebaliknya pekerjaan berlandaskan kecakapan berpikir rutin dan prosedural, termasuk hafalan, akan punah. Ini berarti, murid semakin perlu berguru bernalar kompleks dan berlatih membuat keputusan berlandaskan pertimbangan sahih.
Mengingat pekerjaan masa depan niscaya melibatkan teknologi komputer, semua pelajar perlu melek teknologi komputer. Untuk itu, persekolahan perlu menyisipkan kegiatan menyusun kegiatan atau algoritma untuk suatu kiprah tertentu, semacam mengomputerkan aneka macam kiprah sekolah. Tak perlu sebagai satu mata pelajaran ilmu komputer khusus, tak perlu pula kiprah dan kegiatan canggih. Misalnya, cukup sesederhana menuliskan kegiatan mengubah kurs mata uang dari satu negara ke negara lain dalam bidang studi IPS dengan aplikasi/program komputer yang sudah jamak tersedia.
Kebijakan Pendidikan
Bermodal daftar kecakapan yang dituntut dunia kerja di masa depan ibarat di atas, sanggup dirumuskan profil kecakapan pelajar dan lulusan tiap jenjang pendidikan. Dari situ sanggup diturunkan kebijakan pendidikan guna mendorong murid mempelajari rangkaian kecakapan tersebut. Dari sana, institusi pendidikan mereka-cipta proses pembelajaran biar mendukung pengembangan kecakapan masa depan itu.
Rentetan guncangan teknologi melaju semakin cepat dan bila telat direspons akan berbahaya. Mantan chief financial officer perusahaan ternama Infosys berjulukan Mohandas Pai meramalkan, ”Pada 2025 akan ada 200 juta cowok [di India]) dari kelompok usia 21-41 yang menganggur dan belum ada yang tahu bagaimana solusinya.” Keadaan jelek ini sanggup terjadi lebih cepat. Perekrutan pekerja oleh Infosys pada 2016 saja yang terendah selama 10 tahun terakhir. Pekerjaan yang biasanya ditugaskan bagi para lulusan gres telah diambil alih oleh komputer.
Mohandas Pai memperingatkan ancaman gelombang pengangguran itu akan menjadikan demographic nightmare atau harapan jelek demografi bagi India. Keadaan tingginya populasi kelompok usia produktif yang seharusnya berpotensi untuk menguntungkan secara ekonomi justru menjadi beban lebih banyak didominasi lantaran tak sanggup diserap oleh dunia kerja.
Sementara lapangan kerja sudah berubah pesat menuntut kecakapan baru, prinsip dan praktik pendidikan di banyak daerah masih sama ibarat masa Revolusi Industri 250 tahun lalu. Komputer, kamus, ensiklopedia, bahkan pemeriksa detak jantung di saku celana masih dianggap dongeng fiksi-sains. Evolusi budaya berlandaskan teknologi ini sepertinya memenangkan lomba balap meninggalkan evolusi pendidikan.
Guna merespons, sistem pendidikan perlu ”turun mesin” biar evolusinya melaju cepat. Prinsip busuk di pendidikan semacam;
- Penggunaan ujian untuk memotivasi berguru diganti menjadi kegairahan belajar.
- Mengulang tanggapan menjadi membuat tanggapan baru.
- Kompetisi individu menjadi kolaborasi.
- Menstandardisasi anak menjadi merayakan keunikan anak.
- Penyeragaman dalam pendidikan menjadi permintaan berinovasi dalam pendidikan.
- Satu sumber pengetahuan menjadi beraneka sumber.
Begitulah goresan pena Bapak Iwan Pranoto yang disadur, eh salah bukan disadur, tepatnya di copas dari kolom opini Kompas, rabu, 1 Februari 2017 yang berjudul “Melajukan Evolusi Pendidikan”. Selain menjadi Guru Besar Matematika di Institut Teknologi Bandung [ITB] Bapak Iwan juga sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI New Delhi, India, mungkin itulah sebabnya beberapa data dan opini yang digunakan berasal dari negeri tersebut.
Matematika sanggup mempengaruhi huruf kita, mari kita simak penjelasannya pada video berikut;
0 Response to "Iwan Pranoto: Melajukan Evolusi Pendidikan"
Post a Comment