Saya merasa begitu terhormat bersama anda hari ini karena, saya akui, anda berhasil pada sesuatu yang saya tidak mampu. Saat dimana pidato ini saya selesaikan, ialah dikala dimana saya pertama kalinya menuntaskan sesuatu di Harvard. Selamat, angkatan 2017!
Saya bukanlah pembicara pada umumnya, tidak hanya alasannya ialah saya drop out [DO], tapi alasannya ialah kita ialah generasi yang sama. Kita berjalan di taman ini kurang dari satu dekade yang lalu, mempelajari gagasan-gagasan yang sama, dan tertidur di pelajaran Ec10 yang sama. Kita mengambil jalur yang berbeda untuk tiba di sini, terutama jikalau anda tiba dari Quad [sebuah komplek kampus di Harvard]. Tapi hari ini saya ingin membuatkan soal apa yang telah saya pelajari perihal generasi kita dan dunia yang sedang kita bangkit bersama-sama.
Namun pertama-tama, beberapa hari belakangan saya teringat kembali akan kenangan-kenangan indah.
Berapa banyak dari anda yang mengingat apa tepatnya yang sedang anda kerjakan ketika tiba email yang memberitahukan bahwa anda lulus diterima di Harvard? Waktu itu saya sedang bermain game Civilization dan eksklusif lari ke lantai bawah rumah, memanggil ayah saya. Dan alasannya ialah beberapa alasan dia merekam dengan video momen ketika saya membuka email itu. Video itu tampak sendu. Sungguh, saya diterima di Harvard ialah hal paling membanggakan bagi orangtua saya.
Bagaimana dengan mata kuliah pertama di Harvard? Mata kuliah pertama saya ialah Computer Science 121 yang dibawakan oleh Harry Lewis, dosen yang luar biasa. Saya tiba terlambat sehingga menggunakan baju kaos terbalik. Saya tidak tahu kenapa orang-orang tak mau bicara kepada saya --- kecuali satu orang, KX Jin, yang menganggap hal yang terjadi pada saya itu biasa saja. Akhirnya kami bekerja bersama, dan kini ia mengerjakan sebuah bab besar di Facebook. Demikianlah, para angkatan 2017, alasan mengapa anda mesti berlaku baik kepada orang lain.
Namun kenangan terbaik saya di Harvard ialah ketika bertemu dengan Priscilla. Waktu itu saya gres saja meluncurkan situs kelakar, Facemash, dan dewan administratif kampus ingin 'bertemu dengan saya'. Semua orang berpikir saya akan dikeluarkan dari kampus. Orangtua saya tiba untuk membantu berkemas. Kawan-kawan saya membuat pesta perpisahan buat saya. Beruntungnya, Priscilla ada di pesta itu bersama kawannya. Kami bertemu ketika sedang mengantre toilet di asrama Pfoho Belltower, pastilah itu menjadi antrean paling romantis sepanjang masa. Saya sampaikan kepadanya: "Saya akan dikeluarkan dalam tiga hari, kita harus lekas-lekas berkencan."
Anda juga boleh menggunakan kalimat itu.
Namun ternyata saya tidak dikeluarkan --- justru saya yang melakukannya sendiri. Priscilla dan saya risikonya berkencan. Dan, tahukah anda, film [Social Network] seolah-olah menyampaikan bahwa Facemash begitu penting dalam permulaan Facebook. Itu tidak benar. Namun tanpa Facemash, saya tidak akan bertemu Priscilla. Ia ialah orang paling penting dalam hidup saya. Jadi, anda bisa katakan bahwa Facemash ialah hal terpenting yang pernah saya buat pada masa-masa ketika saya masih di Harvard.
Kita semua telah memulai pertemanan hidup yang panjang di sini, bahkan beberapa dari kita pada risikonya membangun keluarga. Karena itulah saya sangat bersyukur akan daerah ini. Terima kasih, Harvard.
***
Hari ini saya akan bicara soal tujuan. Tapi saya tidak berdiri di sini untuk memperlihatkan kepada anda sebuah pidato kelulusan standar perihal menemukan tujuan anda. Kita ialah para millenial. Kita akan melakukannya secara naluriah. Saya di sini untuk memberikan bahwa menemukan tujuan saja tidak cukup. Tantangan generasi kita ialah membuat sebuah dunia dimana setiap orang mempunyai kesadaran akan tujuan.
Salah satu kisah favorit saya ialah ketika Presiden John F Kennedy mengunjungi sentra antariksa NASA. Ia melihat seorang petugas pembersih membawa sebuah sapu. Ia datangi dan bertanya kepada petugas itu apa yang sedang ia kerjakan. Petugas pembersih itu menjawab: "Tuan presiden, saya membantu mengirimkan insan ke bulan".
Tujuan ialah kesadaran bahwa kita ialah bab dari sesuatu yang lebih besar dibanding diri kita sendiri. Bahwa kita dibutuhkan, kita mempunyai sesuatu yang lebih baik di depan untuk dikerjakan. Tujuan ialah sesuatu yang membuat kebahagiaan yang sejati.
Saat-saat kelulusan anda hari ini sangat penting. Ketika orangtua kita lulus kuliah, tujuan biasanya tiba dari pekerjaan, gereja, atau komunitas. Tapi hari ini, teknologi dan otomatisasi telah menghilangkan banyak pekerjaan. Jumlah anggota dalam komunitas menurun. Begitu banyak orang merasa tidak terhubung atau depresi, dan mencoba mengisi kekosongan itu.
Dari banyak perjalanan yang sudah saya lakukan, saya duduk bersama bawah umur di rumah tahanan arif balig cukup akal dan balai rehabilitasi ketergantungan narkoba. Mereka katakan kepada saya bahwa mereka bisa menjalani hidup yang berbeda jikalau saja mereka punya sesuatu untuk dilakukan, ibarat kegiatan usai jam sekolah atau sebuah daerah untuk dituju. Saya bertemu dengan para pekerja pabrik yang menyadari bahwa pekerjaan usang mereka tidak akan kembali, dan mencoba menemukan daerah dimana mereka bisa berguna.
Untuk memastikan masyarakat kita terus bergerak maju, kita mempunyai sebuah tantangan generasi: tak hanya membuat lapangan pekerjaan baru, tapi juga membuat kesadaran gres akan tujuan.
Saya ingat malam ketika saya meluncurkan Facebook dari kamar kecil asrama di Kirkland House. Saya pergi ke Noch's [Pinocchio's Pizza] bersama mitra saya, KX. Saya bilang kepadanya bahwa saya tertarik untuk menghubungkan komunitas Harvard, yang suatu dikala akan menghubungkan seluruh dunia.
Kami tidak pernah berpikir orang yang akan melaksanakan itu ialah kami. Kami hanya anak kuliahan. Kami tak tahu apa-apa soal itu. Ada banyak perusahaan teknologi besar dengan sumberdaya melimpah. Saya mengasumsikan salah satu dari mereka mau melakukannya. Namun gagasan ini begitu terang benderang bagi kami -- bahwa setiap orang ingin terhubung. Sehingga kami terus bergerak maju, hari demi hari.
Saya tahu banyak dari anda yang punya kisah ibarat ini. Sebuah gagasan mengubah dunia yang tampak begitu benderang yang anda harapkan dilakukan oleh orang lain. Tapi ternyata mereka tidak melakukannya. Anda lah yang melakukannya.
Tapi tidak cukup untuk punya tujuan sebatas pada diri anda sendiri. Anda juga harus membuat kesadaran akan tujuan itu bagi orang lain.
Yang saya alami begitu sulit. Apakah anda tahu bahwa saya tidak pernah mengharapkan bakal membangun sebuah perusahaan, namun membuat dampak. Dan seiring dengan bergabungnya makin banyak orang bersama kami, saya mengira soal apa yang juga mereka harapkan. Sehingga saya tak pernah menjelaskan soal apa yang saya harapkan untuk dibangun.
Beberapa tahun kemudian, beberapa perusahaan besar ingin membeli perusahaan kami. Saya tidak ingin menjualnya. Saya ingin mencari tahu apakah perusahaan kami bisa menghubungkan lebih banyak orang. Kami membuat versi pertama News Feed [aliran konten di FB], dan berpikir jikalau kami merilisnya maka News Feed sanggup mengubah cara kita mempelajari dunia.
Hampir semua orang di Facebook ingin semoga perusahaan kami dijual. Tanpa kesadaran akan tujuan yang lebih tinggi, menjual perusahaan ialah cita-cita yang jadi konkret bagi startup. Gagasan ini sempat membuat perusahaan kami tercerai-berai. Setelah melalui perdebatan yang keras, seorang penasehat menyampaikan bahwa jikalau saya tidak menjual Facebook, saya akan menyesalinya seumur hidup. Hubungan kami dalam perusahaan jadi memanas di tahun-tahun itu, setiap orang di tim manajemen tetapkan keluar.
Itu ialah masa-masa sulit saya memimpin Facebook. Saya mempercayai apa yang kami kerjakan, tapi saya merasa sendirian. Lebih jelek lagi, itu ialah kesalahan saya. Saya membayangkan bagaimana jikalau ternyata saya memang salah: seorang peniru, seorang anak berusia 22 tahun yang tak tahu bagaimana caranya dunia ini bekerja.
Hari ini, beberapa tahun kemudian, saya memahami bagaimana sesuatu jikalau tak mempunyai kesadaran akan tujuan yang lebih besar. Sepenuhnya jadi hak kita untuk menciptakannya, alasannya ialah itu kita bisa terus maju bersama-sama.
Hari ini saya ingin memberikan tiga cara membuat dunia dimana setiap orang mempunyai kesadaran akan tujuan: dengan melaksanakan pekerjaan bermakna secara bersama-sama, mendefinisikan kembali kesetaraan sehingga setiap orang mempunyai kebebasan untuk mencapai tujuan, dan membangun komunitas di seluruh dunia.
***
Pertama, mari bahas perihal pekerjaan yang bermakna besar.
Generasi kita harus menghadapi hilangnya 10 juta pekerjaan yang digantikan oleh otomatisasi ibarat kendaraan beroda empat dan truk otonom. Tapi kita mempunyai potensi untuk melaksanakan lebih dari itu secara bersama-sama.
Setiap generasi mempunyai definisinya masing-masing perihal apa itu pekerjaan. Lebih dari 300.000 orang bekerja untuk mengirimkan orang ke bulan -- termasuk si petugas kebersihan. Jutaan relawan melaksanakan imunisasi kepada bawah umur di seluruh dunia untuk melawan polio. Jutaan orang membangun bendungan Hoover Dam dan pekerjaan-pekerjaan besar lainnya.
Pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak hanya memperlihatkan tujuan bagi setiap orang yang melaksanakannya, namun juga keseluruhan bangsa untuk melaksanakan hal-hal besar.
Sekarang giliran kita untuk melaksanakan hal-hal besar. Saya tahu, mungkin anda berpikir: saya tidak tahu bagaimana cara membangun bendungan, atau mengajak jutaan orang terlibat pada sesuatu.
Tapi izinkan saya memberitahu anda sebuah rahasia: tak ada seorang pun yang tahu ketika mereka gres memulai. Gagasan tidak tiba secara utuh. Gagasan hanya jadi terang dan terang ketika anda melakukannya. Anda hanya harus memulainya.
Bila saya harus memahami segala aspek perihal bagaimana cara menghubungkan orang di masa-masa awal Facebook, maka saya tidak akan pernah mulai membuat Facebook.
Film dan kultur pop seringkali salah dalam hal ini. Gagasan perihal momen 'eureka!' ialah kebohongan yang berbahaya. Hal itu hanya akan membuat kita merasa canggung alasannya ialah kita tak punya apa-apa. Gagasan tersebut menghalangi orang yang mempunyai ilham cemerlang untuk segera memulai. Oh, apakah anda tahu hal keliru lainnya perihal penemuan yang disampaikan oleh film? Tak ada seorang pun yang menulis rumus matematika di beling jendela. Itu tidak terjadi.
Bagus untuk menjadi idealis. Tapi bersiaplah untuk disalahpamahi. Siapapun yang mengerjakan sesuatu dengan visi besar akan disebut gila, bahkan ketika anda bisa mengambarkan bahwa itu benar. Setiap orang yang sedang coba menuntaskan masalah rumit akan dicaci alasannya ialah dianggap tidak sepenuhnya memahami tantangan, meski tidak mungkin untuk mengetahui semua hal di awal. Siapapun yang berinisiatif akan dikiritik alasannya ialah dianggap bergerak terlalu cepat, alasannya ialah akan selalu ada orang yang ingin membuat anda jadi lamban.
Pada masyarakat kita, kita seringkali tidak melaksanakan sesuatu alasannya ialah kita takut berbuat kesalahan, sehingga kita abai bahwa kesalahan ialah jikalau kita tidak berbuat apapun pada hari ini. Kenyataannya adalah, apapun yang kita lakukan hari ini punya efek masalah di masa depan. Namun hal itu tak boleh menghalangi kita untuk memulai sesuatu.
Jadi, apa yang kita tunggu? Ini ialah masa bagi generasi kita untuk mendifinisikan kembali apa itu pekerjaan masyarakat. Bagaimana dengan menghentikan perubahan iklim sebelum kita menghancurkan planet ini dan melibatkan jutaan orang memproduksi dan memasang panel surya? Bagaimana dengan menyembuhkan semua penyakit dan meminta relawan melacak data kesehatan dan membagikan data genome mereka? Hari ini kita menghabiskan uang 50 kali lebih banyak untuk menyembuhkan orang sakit ketimbang menemukan pengobatan untuk mencegah penyakit. Hal ini tidak masuk akal. Kita bisa memperbaikinya. Bagaimana dengan memodernkan demokrasi sehingga setiap orang bisa menentukan secara online, dan menpersonalisasikan pendidikan semoga setiap orang bisa belajar?
Pencapaian-pencapaian ini berada dalam jangkauan kita. Mari kita wujudkan dalam aneka macam cara yang bisa memperlihatkan kiprah bagi setiap orang dalam masyarakat. Mari kita lakukan hal-hal besar, tak hanya demi membuat kemajuan, tapi untuk membuat tujuan.
***
Sehingga, mengerjakan pekerjaan dengan makna besar ialah hal pertama yang bisa kita lakukan untuk membuat dunia dimana setiap orang mempunyai kesadaran akan tujuan.
Yang kedua ialah mendefinisikan ulang kesetaraan untuk memperlihatkan kebebasan bagi setiap orang untuk mengejar tujuannya.
Orangtua kita mempunyai pekerjaan yang stabil di sepanjang perjalanan karier mereka. Sekarang, kita semua ialah wirausahawan, baik membuat pekerjaan, membuat sesuatu, atau menjalankan sebuah peran. Itu semua ialah hal yang hebat. Kultur kewirausahaan kita ialah soal bagaimana kita bisa membuat kemajuan.
Kultur kewirausahaan berkembang ketika gampang untuk mencoba banyak gagasan baru. Facebook bukan hal pertama yang saya bangun. Saya pernah membuat game, sistem chat/obrolan, perangkat belajar, dan pemutar musik. Saya tidak sendirian. JK Rowling ditolak 12 kali sebelum menerbitkan Harry Potter. Bahkan Beyonce harus membuat ratusan lagu sebelum membuat lagu Halo. Semua kesuksesan besar ini tiba dari kebebasan untuk gagal.
Tapi hari ini, kita mengalami level kesejahteraan yang tak seimbang yang menjadi derita semua orang. Ketika anda tidak mempunyai kebebasan untuk mewujudkan ilham anda menjadi sebuah kewirausahaan yang bersejarah, kita semua kalah. Saat ini masyarakat kita mempunyai begitu banyak standar keberhasilan yang sangat berlebihan, sehingga tidak gampang bagi semua orang untuk mengambil kesempatan.
Mari kita akui saja. Ada yang salah dengan sistem kita ketika saya, seorang mahasiswa DO dan bisa membangun sebuah perusahaan miliaran dolar, sementara jutaan mahasiswa tidak bisa membayar pinjaman biaya pendidikan. Apalagi memulai bisnisnya sendiri.
Saya kenal dengan banyak wirausahawan, dan saya tidak kenal satu orang pun yang mengalah dikala memulai usaha hanya alasannya ialah mereka tak punya cukup uang. Tapi saya kenal dengan banyak orang yang tidak mengejar cita-cita alasannya ialah mereka tak mempunyai sandaran ketika kelak mereka gagal.
Kita tahu bahwa kita tidak sukses hanya alasannya ialah punya ilham anggun atau bekerja keras. Kita sukses juga alasannya ialah kita beruntung. Kalau dulu saya harus mencari uang untuk menafkahi keluarga alih-alih punya waktu untuk menulis program, jikalau saya tidak tahu bahwa saya akan baik-baik saja jikalau Facebook tidak berhasil, saya tidak akan berdiri di sini hari ini. Kalau kita mau akui, kita sadar seberapa beruntungnya diri kita.
Setiap generasi memperluas definisi akan kesetaraan. Generasi sebelum kita berjuang untuk hak menentukan dan hak sipil. Mereka membuat New Deal [program jaminan sosial di AS] dan Great Society [program anti rasial dan anti kemiskinan di AS]. Sekarang giliran kita untuk mendefinisikan kontrak sosial gres bagi generasi kita.
Kita mesti membuat masyarakat yang mengukur kemajuan tak hanya menurut metrik ekonomi ibarat PDB, tapi berapa banyak dari kita mempunyai kiprah yang bermakna. Kita mesti mengeksplorasi gagasan ibarat universal basic income [jaminan pendapatan dasar] demi memperlihatkan sandaran bagi setiap orang untuk mencoba hal-hal baru. Kita akan berganti pekerjaan berkali-kali, sehingga kita perlu jaminan sosial untuk anak yang terjangkau dan jaminan kesehatan yang tak hanya bergantung ke satu perusahaan. Kita akan melaksanakan kesalahan demi kesalahan, sehingga kita membutuhkan masyarakat yang tidak mengkerangkeng dan menstigma kita. Dan seiring dengan teknologi yang terus berubah, kita perlu masyarakat yang lebih berfokus pada pendidikan yang berkelanjutan di sepanjang hidup kita.
Dan ya, memperlihatkan kebebasan bagi setiap orang untuk mengejar impiannya tidaklah gratis. Orang ibarat saya harus membayarnya. Anda juga mesti melakukannya.
Karena itu Priscilla dan saya memulai Chan Zuckerber Initiative dan menyerahkan kesejahteraan kami untuk mempromosikan kesempatan akan kesetaraan. Ini ialah nilai dalam generasi kita. Tak ada alasan untuk mempertanyakan mengapa kami melaksanakan ini. Satu-satunya pertanyaan ialah kapan.
Millenial telah menjadi salah satu generasi paling gemar memberi dalam sejarah. Dalam satu tahun, tiga dari empat millenial di AS berdonasi, dan tujuh dari sepuluh menggalang kontribusi sosial.
Tapi ini bukan semata-mata soal uang. Anda juga bisa memperlihatkan waktu anda. Anda bisa meluangkan satu-dua jam dalam seminggu -- waktu yang diperlukan untuk membantu seseorang untuk mencapai potensi mereka.
Mungkin anda berpikir itu ialah waktu yang banyak. Dulu saya pikir juga begitu. Ketika Priscilla lulus dari Harvard ia bekerja sebagai guru. Dan sebelum dia menjalankan pekerjaan sebagai pengajar bersama saya, ia sampaikan bahwa saya perlu mengajar sebuah kelas. Saya protes: "Saya sibuk. Saya sedang menjalankan sebuah perusahaan." Namun ia memaksa. Sehingga saya mengajar sebuah kegiatan pendidikan kewirausahaan di sebuah Sekolah Menengah Pertama pada komunitas lokal Boys and Girls Club.
Saya mengajarkan mereka pelajaran perihal pengembangan produk dan pemasaran. Dan mereka mengajarkan kepada saya bagaimana rasanya diincar alasannya ialah ras dan rasanya mempunyai anggota keluarga yang berada di dalam penjara. Saya membuatkan kisah ketika dulu saya masih sekolah, dan mereka membuatkan harapan suatu dikala bisa berkuliah juga ibarat saya. Sepanjang lima tahun, saya makan malam dengan bawah umur ini setiap bulan. Salah satu dari mereka menghadiahkan saya dan Priscilla pemandian bayi pertama kami. Dan tahun depan mereka akan kuliah. Setiap orang dari mereka. Yang pertama di keluarga mereka.
Kita semua bisa memberi pinjaman kepada orang lain. Mari kita memperlihatkan kebebasan kepada setiap orang untuk mengejar tujuan mereka --- tidak hanya alasannya ialah itu ialah hal yang benar, tapi alasannya ialah ketika lebih banyak orang yang bisa mengubah cita-cita mereka menjadi sesuatu yang besar, kita semua akan hidup lebih baik karenanya.
***
Tujuan tak semata-mata tiba dari pekerjaan.
Cara ketiga ialah kita bisa membuat kesadaran akan tujuan bagi setiap orang dengan membangun komunitas.
Ketika generasi kita menyebut 'semua orang', itu artinya semua orang di dunia.Mari angkat tangan: berapa banyak dari anda yang berasal dari negara lain? Sekarang, berapa banyak dari anda yang berteman dengan orang-orang ini? Begitulah. Kita tumbuh dalam keterhubungan.
Dalam sebuah survei kepada para millenial di seluruh dunia soal apa yang menentukan sebuah identitas, tanggapan paling banyak bukanlah kewarganegaraan, agama, atau etnis, namun 'warga negara dunia'. Ini benar-benar sesuatu yang besar.
Setiap generasi memperluas bundar orang-orang yang kita sebut sebagai 'bagian dari kita'. Untuk dikala ini, hal tersebut meliputi keseluruhan dunia.
Kita memahami bahwa prasasti besar dalam sejarah insan tercipta ketika orang dalam jumlah banyak berkumpul -- mulai dari suku hingga bangsa -- untuk mencapai sesuatu yang tak bisa dikerjakan sendirian.
Kesempatan terbesar kita dikala ini ialah globalisme -- kita bisa menjadi generasi yang mengakhiri kemiskinan dan penyakit. Tantangan terbesar kita memerlukan respon global pula -- tak ada negara yang bisa melawan perubahan iklim sendirian atau mencegah penyebaran penyakit seorang diri. Kemajuan dikala ini memerlukan kebersamaan yang tak hanya dalam lingkup kota atau negara, tapi juga komunitas global.
Namun kita tengah hidup dalam masa yang tak stabil. Begitu banyak orang yang tertinggal oleh globalisasi di seluruh dunia. Sulit untuk memedulikan orang yang berada di daerah lain jikalau kita sendiri tidak merasa nyaman dengan hidup kita di rumah sendiri. Ada dorongan untuk memprioritaskan ke dalam lebih dulu.
Inilah ialah pergulatan masa kita. Kekuatan kebebasan, keterbukaan, dan komunitas global melawan kekuataan otoriter, isolasi, dan nasionalisme. Kekuataan akan aliran pengetahuan, perdagangan, dan imigrasi, melawan mereka yang ingin memperlambatnya. Ini bukanlah peperangan antar negara, namun pertempuran gagasan. Ada begitu banyak orang di setiap negara yang mendukung keterhubungan global, dan ada pula orang-orang yang melawannya.
Hal ini tak bisa diputuskan semata-mata oleh PBB. Ia terjadi di tingkat lokal, ketika kita merasa kesadaran akan tujuan dan stabilitas hidup kita jadi sesuatu untuk mulai memedulikan orang lain. Cara terbaik untuk melakukannya ialah mulai membangun komunitas lokal dikala ini.
Kita semua sanggup menuai makna dari komunitas kita. Terlepas apakah komunitas kita ialah pertetanggaan, tim olahraga, gereja, atau kelompok acapella, mereka memperlihatkan kita kesadaran bahwa kita ialah bab dari sesuatu yang lebih besar. Bahwa kita tidak sendiri; mereka memperlihatkan kita kekuatan untuk memperluas horison.
Itulah mengapa hal ini sangat memukul dalam beberapa dekade belakangan, menurunnya jumlah anggota dalam aneka macam kelompok hingga tertinggal seperempatnya saja. Mereka ialah orang-orang yang perlu menemukan tujuan di daerah lain.
Tapi kita bisa membangun kembali komunitas kita dan memulai yang gres alasannya ialah banyak dari anda sudah ada di dalamnya.
Saya bertemu Agnes Igoye, yang lulus hari ini. Dimana kamu, Agnes? [berdiri]. Ia menghabiskan masa kanak-kanaknya hidup di zona konflik dan perdagangan insan di Uganda. Dan kini ia melatih ribuan pegawanegeri penegak aturan untuk menjaga komunitas tetap aman.
Saya bertemu Kayla Oakley dan Niha Jain, yang juga lulus hari ini. Mohon kalian berdua berdiri. Kayla dan Niha memulai sebuah forum non-profit yang menghubungkan orang-orang berpenyakit kronis dengan orang lain di komunitas untuk membantu mereka.
Saya bertemu dengan David Razu Aznar, ia lulus dari Kennedy School [sebuah kampus di Harvard] hari ini. David, mohon berdiri. Ia ialah mantan konselor kota yang sukses memimpin perlawanan untuk mewujudkan Mexico City sebagai kota Latin Amerika pertama yang mengizinkan kesetaraan dalam ijab kabul -- bahkan sebelum San Fransisco.
Inilah kisah saya. Seorang mahasiswa di dalam kamar asramanya, menghubungkan satu komunitas pada satu waktu, dan terus melanjutkannya hingga suatu hari berhasil menghubungkan seluruh dunia.
Perubahan dimulai di tingkat lokal. Bahkan globalisasi pun bermula dari kecil -- dengan orang-orang ibarat kita. Di generasi kita, usaha untuk terhubung lebih banyak orang, untuk mencapai kesempatan terbesar, bergantung pada hal ini: kemampuan anda membangun komunitas dan membuat dunia dimana setiap orang mempunyai kesadaran akan tujuan.
***
Angkatan 2017, anda lulus ke dunia yang membutuhkan tujuan. Hal itu tergantung anda untuk menciptakannya.
Sekarang, anda mungkin bertanya: dapatkah saya melakukannya?
Ingatkah anda dongeng ketika saya mengajar kelas Boys dan Girls Club? Suatu hari seusai kelas saya berbincang kepada mereka perihal kuliah. Salah seorang dari murid saya yang cemerlang mengangkat tangan. Ia bilang ia tak begitu yakin alasannya ialah ia belum terdaftar dalam manajemen publik. Ia tidak tahu apakah orang-orang akan mengizinkannya berkuliah.
Tahun kemarin saya mengajaknya makan siang pada hari ulang tahunnya. Saya ingin memperlihatkan kado buatnya, jadi saya bertanya kepadanya. Ia kemudian mulai bicara perihal para mahasiswa yang sedang berjuang. Lalu ia mengatakan: "Aku benar-benar ingin sebuah buku perihal keadilan sosial."
Saya benar-benar terkejut. Ia ialah seorang anak muda yang punya alasan untuk sinis. Ia tak tahu bahwa negara yang ia sebut sebagai tanah air --- satu-satunya negara yang ia kenal --- meruntuhkan impiannya untuk berkuliah. Tapi ia tak mengasihani diri sendiri. Bahkan ia tak memikirkan diri sendiri. Ia mempunyai kesadaran yang lebih besar akan tujuan. Dan ia akan mengajak serta banyak orang berjalan bersamanya.
Hal tersebut memberikan perihal situasi dikala ini. Saya tak bisa menyebut namanya alasannya ialah saya tak ingin dia menerima risiko. Namun jikalau seorang anak Sekolah Menengan Atas yang tak tahu ibarat apa masa depan namun tetap ingin menjalankan kiprah untuk membuat dunia lebih baik, kita berutang kepada dunia untuk melaksanakan kiprah kita. [Mark menahan tangis dan suaranya bergetar].
Sebelum anda berjalan keluar dari gerbang Harvard untuk terakhir kalinya, kita duduk di depan Gereja Memorial. Saya teringat akan sebuah doa, Mi Shebeirach, yang saya ucapkan setiap dikala ketika menghadapi tantangan. Yang saya nyanyikan kepada putri saya sembari memikirkan perihal masa depannya, sambil menidurkannya di buaian. Doa itu berbunyi:
"Semoga sumber kekuatan yang memberkahi setiap orang, membantu kami menemukan keberanian untuk membuat hidup kami sebagai anugerah."
Saya harap anda menemukan keberanian untuk membuat hidup anda sebagai sebuah anugerah.
Selamat, angkatan 2017! Semoga sukses di luar sana.
HARVARD, 26 MEI 2017
Pidato Kelulusan Mark Zuckerberrg Dari Harvard Angkatan 2017 ini diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Bapak Hilman Fajrian. Untuk membaca pidato dalam Bahasa Inggris sanggup membaca eksklusif ke facebooknya Mark Zuckerberg.
Sering lihat video anggun di facebook tetapi kesulitan untuk mendownloadnya, coba lihat caranya pada video berikut;
0 Response to "Pesan Mark Zuckerberg Lewat Pidato Kelulusan Dari Harvard"
Post a Comment